Whois/Lookup

Search This Blog

Saturday, 26 December 2015

Clearing House Diubah Jadi Tim Monitoring Jurnalis Asing

Abraham Utama, CNN Indonesia Selasa, 26/05/2015 21:43 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah Presiden Joko Widodo membuka akses bagi wartawan luar negeri untuk melakukan liputan di Papua, pemerintah berkebijakan mengganti istilah clearing house menjadi Tim Monitoring Jurnalis Asing. Hal tersebut dinyatakan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno pada sebuah diskusi di Wisma Antara, Jakarta, Selasa (26/5).

"Untuk sementara clearing house diubah menjadi tim monitoring jurnalis asing di Indonesia. Tim ini mempunyai tugas dan fungsi yang sama," ujarnya.

Tedjo memaparkan, saat ini para jurnalis asing tetap harus menjalani prosedur tertentu untuk meliput di Papua, seperti mengajukan permohonan peliputan yang dilengkapi surat keterangan dari medianya asalnya.

Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut ini mengatakan meski akses jurnalis luar negeri ke Papua telah dibuka, pemerintah tetap akan mengedepankan kepentingan nasional, kedaulatan hukum dan teritorial.

Kepada para pewarta, Tedjo mengharapkan peliputan yang berimbang dan tidak menimbulkan permusuhan. Lebih dari itu, ia meminta media asing tidak mencitrakan pemerintah secara negatif.

"Kami memonitor wartawan di sana, pernah ada yang meliput di daerah yang kami anggap kurang aman. Kalau dia tidak dikawal, pemerintah dianggap tidak hadir. Tapi kalau dimonitor, kami dianggap memata-matai," katanya.

Pemerintah melalui clearing house yang berada di Kementerian Luar Negeri memiliki tiga ketentuan berbeda untuk kunjungan jurnalistik, koresponden media asing dan pembuatan film oleh warga negara asing.

Kunjungan jurnalis luar negeri baru dapat dilakukan setelah mendapatkan Surat Jalan ke Daerah dari Mabes Polri yang didasarkan pada rekomendasi Direktorat Informasi dan Media Kemenlu.

Visa kunjungan jurnalis tersebut berlaku antara 30 sampai 60 hari. Izin tersebut dapat diperpanjang empat kali, dengan perhitungan per satu kali perpanjangan berdurasi satu bulan.

Ketentuan yang hampir serupa diberikan bagi para koresponden media asing yang menetap di Indonesia. Bedanya, bagi mereka yang memenuhi syarat akan mendapatkan kartu pers tetap. Selain itu, mereka juga diwajibkan berdomisili di Jakarta. (sip)

Sunday, 13 December 2015

LSM Internasional Tutup Kantor di Papua

Gilang Fauzi, CNN Indonesia Minggu, 13/12/2015 10:30 WIB


Jayapura, CNN Indonesia -- Tahun 2015 tampaknya akan menjadi tahun perpisahan bagi lembaya swadaya masyarakat atau organisasi nonpemerintah di Papua. Mereka mendapat instruksi dari pemerintah Republik Indonesia untuk menghentikan operasinya dan angkat kaki dari Papua bulan Desember ini.

Menurut Human Right Watch, nasib para aktivis LSM Internasional tak jauh berbeda dengan jurnalis asing yang bekerja di Papua. Kehadiran mereka mendapat pengawasan ketat karena dikhawatirkan menyusupkan kepentingan yang berpotensi mengganggu stabilitas keamananan nasional.

"Wacana penutupan sebenarnya sudah lama, bahkan sudah dilakukan terhadap beberapa LSM Internasional yang ada di Papua," ujar aktivis Human Right Watch Andreas Harsono kepada CNN Indonesia.

Sejumlah LSM Internasional yang telah lebih dulu menutup operasinya di Papua antara lain Komite Internasional Palang Merah (ICRC) pada 2009, Catholic Organisation for Relief and Development Aid (CORDAID) pada 2010, dan Peace Brigades International (PBI) pada 2011.

"Bahkan kehadiran jurnalis asing di Papua pun masih sangat dibatasi. Meski Jokowi memerintahkan akses untuk mereka dibuka, perintah itu belum ditaati Kementerian Luar Negeri ," kata Andreas.
Lihat juga:Menlu Beberkan Data Pemberian Izin Jurnalis Asing ke Papua
Organisasi nirlaba dari Inggris, Oxfam, menjadi salah satu LSM Internasional yang kini harus 'gulung tikar' di Papua. Desember adalah tenggat bagi Oxfam dan LSM Internasional lainnya yang tersisa di Papua untuk bergegas angkat kaki dari Bumi Cenderawasih.

"Kebijakan pemerintah pusat dari Kementerian Sosial menyatakan bahwa semua izin kerja sama dari semua LSM Internasional tidak bisa diperpanjang lagi. Hanya bisa bekerja di Papua sampai Desember 2015," ujar Koordinator Oxfam wilayah timur Indonesia, Ellva Rori.

Kegiatan Oxfam di Papua selama ini adalah berupaya meningkatkan kesejahteraan petani kakao dengan memberi bantuan berupa penyuluhan, pembinaan, dan peralatan penunjang lainya. Namun kini Oxfam mau tak mau harus menutup kantor mereka di Jayapura.

Secara terpisah, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengaku tak tahu dengan kebijakan penutupan operasi LSM Internasional di Papua. Menurutnya, Kementerian Sosial selama ini hanya berwenang mengeluarkan rekomendasi perpanjangan izin tinggal bagi mereka yang punya urusan dengan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).

“Penutupan itu tidak ada urusannya dengan kami," ujar Khofifah.

Khofifah menyatakan keberadaan LSM di Papua urusan kementerian lain. (agk)

CNN INDONESIA