Abraham Utama, CNN Indonesia Selasa, 26/05/2015 21:43 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah Presiden Joko Widodo membuka akses bagi wartawan luar negeri untuk melakukan liputan di Papua, pemerintah berkebijakan mengganti istilah clearing house menjadi Tim Monitoring Jurnalis Asing. Hal tersebut dinyatakan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno pada sebuah diskusi di Wisma Antara, Jakarta, Selasa (26/5).
"Untuk sementara clearing house diubah menjadi tim monitoring jurnalis asing di Indonesia. Tim ini mempunyai tugas dan fungsi yang sama," ujarnya.
Tedjo memaparkan, saat ini para jurnalis asing tetap harus menjalani prosedur tertentu untuk meliput di Papua, seperti mengajukan permohonan peliputan yang dilengkapi surat keterangan dari medianya asalnya.
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut ini mengatakan meski akses jurnalis luar negeri ke Papua telah dibuka, pemerintah tetap akan mengedepankan kepentingan nasional, kedaulatan hukum dan teritorial.
Kepada para pewarta, Tedjo mengharapkan peliputan yang berimbang dan tidak menimbulkan permusuhan. Lebih dari itu, ia meminta media asing tidak mencitrakan pemerintah secara negatif.
"Kami memonitor wartawan di sana, pernah ada yang meliput di daerah yang kami anggap kurang aman. Kalau dia tidak dikawal, pemerintah dianggap tidak hadir. Tapi kalau dimonitor, kami dianggap memata-matai," katanya.
Pemerintah melalui clearing house yang berada di Kementerian Luar Negeri memiliki tiga ketentuan berbeda untuk kunjungan jurnalistik, koresponden media asing dan pembuatan film oleh warga negara asing.
Kunjungan jurnalis luar negeri baru dapat dilakukan setelah mendapatkan Surat Jalan ke Daerah dari Mabes Polri yang didasarkan pada rekomendasi Direktorat Informasi dan Media Kemenlu.
Visa kunjungan jurnalis tersebut berlaku antara 30 sampai 60 hari. Izin tersebut dapat diperpanjang empat kali, dengan perhitungan per satu kali perpanjangan berdurasi satu bulan.
Ketentuan yang hampir serupa diberikan bagi para koresponden media asing yang menetap di Indonesia. Bedanya, bagi mereka yang memenuhi syarat akan mendapatkan kartu pers tetap. Selain itu, mereka juga diwajibkan berdomisili di Jakarta. (sip)
Search This Blog
Saturday, 26 December 2015
Sunday, 13 December 2015
LSM Internasional Tutup Kantor di Papua
Gilang Fauzi, CNN Indonesia Minggu, 13/12/2015 10:30 WIB
Jayapura, CNN Indonesia -- Tahun 2015 tampaknya akan menjadi tahun perpisahan bagi lembaya swadaya masyarakat atau organisasi nonpemerintah di Papua. Mereka mendapat instruksi dari pemerintah Republik Indonesia untuk menghentikan operasinya dan angkat kaki dari Papua bulan Desember ini.
Menurut Human Right Watch, nasib para aktivis LSM Internasional tak jauh berbeda dengan jurnalis asing yang bekerja di Papua. Kehadiran mereka mendapat pengawasan ketat karena dikhawatirkan menyusupkan kepentingan yang berpotensi mengganggu stabilitas keamananan nasional.
"Wacana penutupan sebenarnya sudah lama, bahkan sudah dilakukan terhadap beberapa LSM Internasional yang ada di Papua," ujar aktivis Human Right Watch Andreas Harsono kepada CNN Indonesia.
Sejumlah LSM Internasional yang telah lebih dulu menutup operasinya di Papua antara lain Komite Internasional Palang Merah (ICRC) pada 2009, Catholic Organisation for Relief and Development Aid (CORDAID) pada 2010, dan Peace Brigades International (PBI) pada 2011.
"Bahkan kehadiran jurnalis asing di Papua pun masih sangat dibatasi. Meski Jokowi memerintahkan akses untuk mereka dibuka, perintah itu belum ditaati Kementerian Luar Negeri ," kata Andreas.
Lihat juga:Menlu Beberkan Data Pemberian Izin Jurnalis Asing ke Papua
Organisasi nirlaba dari Inggris, Oxfam, menjadi salah satu LSM Internasional yang kini harus 'gulung tikar' di Papua. Desember adalah tenggat bagi Oxfam dan LSM Internasional lainnya yang tersisa di Papua untuk bergegas angkat kaki dari Bumi Cenderawasih.
"Kebijakan pemerintah pusat dari Kementerian Sosial menyatakan bahwa semua izin kerja sama dari semua LSM Internasional tidak bisa diperpanjang lagi. Hanya bisa bekerja di Papua sampai Desember 2015," ujar Koordinator Oxfam wilayah timur Indonesia, Ellva Rori.
Kegiatan Oxfam di Papua selama ini adalah berupaya meningkatkan kesejahteraan petani kakao dengan memberi bantuan berupa penyuluhan, pembinaan, dan peralatan penunjang lainya. Namun kini Oxfam mau tak mau harus menutup kantor mereka di Jayapura.
Secara terpisah, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengaku tak tahu dengan kebijakan penutupan operasi LSM Internasional di Papua. Menurutnya, Kementerian Sosial selama ini hanya berwenang mengeluarkan rekomendasi perpanjangan izin tinggal bagi mereka yang punya urusan dengan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).
“Penutupan itu tidak ada urusannya dengan kami," ujar Khofifah.
Khofifah menyatakan keberadaan LSM di Papua urusan kementerian lain. (agk)
CNN INDONESIA
Jayapura, CNN Indonesia -- Tahun 2015 tampaknya akan menjadi tahun perpisahan bagi lembaya swadaya masyarakat atau organisasi nonpemerintah di Papua. Mereka mendapat instruksi dari pemerintah Republik Indonesia untuk menghentikan operasinya dan angkat kaki dari Papua bulan Desember ini.
Menurut Human Right Watch, nasib para aktivis LSM Internasional tak jauh berbeda dengan jurnalis asing yang bekerja di Papua. Kehadiran mereka mendapat pengawasan ketat karena dikhawatirkan menyusupkan kepentingan yang berpotensi mengganggu stabilitas keamananan nasional.
"Wacana penutupan sebenarnya sudah lama, bahkan sudah dilakukan terhadap beberapa LSM Internasional yang ada di Papua," ujar aktivis Human Right Watch Andreas Harsono kepada CNN Indonesia.
Sejumlah LSM Internasional yang telah lebih dulu menutup operasinya di Papua antara lain Komite Internasional Palang Merah (ICRC) pada 2009, Catholic Organisation for Relief and Development Aid (CORDAID) pada 2010, dan Peace Brigades International (PBI) pada 2011.
"Bahkan kehadiran jurnalis asing di Papua pun masih sangat dibatasi. Meski Jokowi memerintahkan akses untuk mereka dibuka, perintah itu belum ditaati Kementerian Luar Negeri ," kata Andreas.
Lihat juga:Menlu Beberkan Data Pemberian Izin Jurnalis Asing ke Papua
Organisasi nirlaba dari Inggris, Oxfam, menjadi salah satu LSM Internasional yang kini harus 'gulung tikar' di Papua. Desember adalah tenggat bagi Oxfam dan LSM Internasional lainnya yang tersisa di Papua untuk bergegas angkat kaki dari Bumi Cenderawasih.
"Kebijakan pemerintah pusat dari Kementerian Sosial menyatakan bahwa semua izin kerja sama dari semua LSM Internasional tidak bisa diperpanjang lagi. Hanya bisa bekerja di Papua sampai Desember 2015," ujar Koordinator Oxfam wilayah timur Indonesia, Ellva Rori.
Kegiatan Oxfam di Papua selama ini adalah berupaya meningkatkan kesejahteraan petani kakao dengan memberi bantuan berupa penyuluhan, pembinaan, dan peralatan penunjang lainya. Namun kini Oxfam mau tak mau harus menutup kantor mereka di Jayapura.
Secara terpisah, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengaku tak tahu dengan kebijakan penutupan operasi LSM Internasional di Papua. Menurutnya, Kementerian Sosial selama ini hanya berwenang mengeluarkan rekomendasi perpanjangan izin tinggal bagi mereka yang punya urusan dengan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).
“Penutupan itu tidak ada urusannya dengan kami," ujar Khofifah.
Khofifah menyatakan keberadaan LSM di Papua urusan kementerian lain. (agk)
CNN INDONESIA
Monday, 22 June 2015
Menlu Beberkan Data Pemberian Izin Jurnalis Asing ke Papua
Abraham Utama, CNN Indonesia Senin, 22/06/2015 18:27 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan pemerintah tidak pernah menutup Papua dari jurnalis asing. Untuk menegaskan pernyataan itu, Retno pun membeberkan data pemberian izin kepada pekerja media asing.
"Dari data yang ada, tidak pernah ada penutupan akses ke Papua untuk wartawan asing," ucap Retno usai Rapat Konsultasi antara Komisi I DPR, Panglima TNI dan Kepala Badan Intelijen Negara di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (22/6).
Sementara itu pada tahun 2013, permohonan izin meliput Papua oleh media asing melonjak hingga mencapai angka 28 permohonan. Kala itu, Kemenlu menyetujui 21 surat permohonan dan menolak tujuh lainnya.
Sedangkan pada tahun 2014, dari 27 permohonan yang masuk ke Kemenlu, 22 di antaranya disetujui dan sisanya ditolak.
Data teranyar, pada hingga Juni 2015, Retno mengaku sudah mengabulkan seluruh permohonan meliput Papua dari jurnalis asing.
"Sejauh ini kami sudah menerima delapan permintaan dan semuanya kami izinkan," kata Retno.
Terkait sejumlah permohonan yang disebut-sebut ditolak kementeriannya, Retno menuturkan hal tersebut terjadi bukan karena batasan yang sengaja pemerintah terapkan. "Penolakan itu lebih terkait adminsitrasi dan persyaratan," ucapnya.
Ditemui pada kesempatan yang sama, Kepala BIN Marciano Norman berharap para jurnalis asing tidak menyalahgunakan izin yang telah diterbitkan pemerintah.
"Pemerintah ingin mereka menggunakan izin itu dengan penuh rasa tanggungjawab. Visa itu tidak boleh digunakan untuk kepentingan sepihak yang justru merugikan Indonesia," ujarnya.
Marciano bertutur, pembukaan keran akses masuk ke Papua bagi pekerja media asing ditujukan agar pemberitaan tentang daerah paling timur Indonesia itu seimbang.
Dia mengatakan, pemerintah berharap para jurnalis asing dapat menemukan fakta tentang pembangunan Papua. Jika nantinya mereka menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan cita-cita pembangunan nasional, Marciano berkata, pemberitaan itu akan dijadikan dasar pengambilan kebijakan selanjutnya. (meg)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan pemerintah tidak pernah menutup Papua dari jurnalis asing. Untuk menegaskan pernyataan itu, Retno pun membeberkan data pemberian izin kepada pekerja media asing.
"Dari data yang ada, tidak pernah ada penutupan akses ke Papua untuk wartawan asing," ucap Retno usai Rapat Konsultasi antara Komisi I DPR, Panglima TNI dan Kepala Badan Intelijen Negara di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (22/6).
Sementara itu pada tahun 2013, permohonan izin meliput Papua oleh media asing melonjak hingga mencapai angka 28 permohonan. Kala itu, Kemenlu menyetujui 21 surat permohonan dan menolak tujuh lainnya.
Sedangkan pada tahun 2014, dari 27 permohonan yang masuk ke Kemenlu, 22 di antaranya disetujui dan sisanya ditolak.
Data teranyar, pada hingga Juni 2015, Retno mengaku sudah mengabulkan seluruh permohonan meliput Papua dari jurnalis asing.
"Sejauh ini kami sudah menerima delapan permintaan dan semuanya kami izinkan," kata Retno.
Terkait sejumlah permohonan yang disebut-sebut ditolak kementeriannya, Retno menuturkan hal tersebut terjadi bukan karena batasan yang sengaja pemerintah terapkan. "Penolakan itu lebih terkait adminsitrasi dan persyaratan," ucapnya.
Ditemui pada kesempatan yang sama, Kepala BIN Marciano Norman berharap para jurnalis asing tidak menyalahgunakan izin yang telah diterbitkan pemerintah.
"Pemerintah ingin mereka menggunakan izin itu dengan penuh rasa tanggungjawab. Visa itu tidak boleh digunakan untuk kepentingan sepihak yang justru merugikan Indonesia," ujarnya.
Marciano bertutur, pembukaan keran akses masuk ke Papua bagi pekerja media asing ditujukan agar pemberitaan tentang daerah paling timur Indonesia itu seimbang.
Dia mengatakan, pemerintah berharap para jurnalis asing dapat menemukan fakta tentang pembangunan Papua. Jika nantinya mereka menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan cita-cita pembangunan nasional, Marciano berkata, pemberitaan itu akan dijadikan dasar pengambilan kebijakan selanjutnya. (meg)
Tuesday, 26 May 2015
Pemerintah Libatkan BIN untuk Pantau Jurnalis Asing di Papua
Abraham Utama, CNN Indonesia Selasa, 26/05/2015 14:58 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah telah membuka akses bagi para pewarta dari media asing untuk masuk ke Papua. Meski demikian, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno menyatakan, kebebasan bagi mereka bukan tanpa batas.
Tedjo menuturkan, pemerintah memiliki daftar media asing yang bekerja sesuai dengan kode etik jurnalistik dan media asing yang kerap memunculkan informasi yang menyesatkan atau tidak berimbang.
Terhadap media internasional yang beritanya kerap tidak sesuai fakta itu, Tedjo berkata, pemerintah akan terus memantau pergerakan para wartawannya. Badan Intelejen Negara pun akan terlibat dalam pemantauan tersebut.
"Kami harus waspadai kepentingan tertentu. Aparat BIN akan terus ada. Kami akan pantau mereka," kata Tedjo di Jakarta, Selasa (25/5).
Walaupun pemerintah melibatkan BIN pada pemantauan media asing, Tedjo mengatakan, para jurnalis tidak perlu merasa risau. Menurutnya, kebijakan ini merupakan upaya hanyalah preventif negara untuk menghadapi kepentingan segelitir pihak.
"Bagi yang tidak (memiliki kepentingan tertentu), silakan saja. Tidak ada masalah. Alert harus terus ada. Tidak boleh bebas seenaknya, tapi pemerintah juga tidak boleh curiga," ujarnya. (Baca juga: Jokowi Izinkan Jurnalis Asing Meliput ke Papua)
Soal peliputan media internasional di Papua, Aliansi Jurnalis Independen menyatakan, langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah menghapus lembaga clearing house.
Ketua Bidang Advokasi AJI Imam D Nugroho dalam keterangan persnya kepada CNN Indonesia, Senin (11/5) mengatakan, pewarta media asing yang akan meliput Papua selama ini harus mendapatkan izin dari lembaga tersebut.
Clearing house sendiri melibatkan 12 kementerian atau lembaga negara, mulai dari Kementerian Luar Negeri, Polri, BIN, hingga Kementerian Kooordinator Politik Hukum dan Keamanan. (sur)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah telah membuka akses bagi para pewarta dari media asing untuk masuk ke Papua. Meski demikian, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno menyatakan, kebebasan bagi mereka bukan tanpa batas.
Tedjo menuturkan, pemerintah memiliki daftar media asing yang bekerja sesuai dengan kode etik jurnalistik dan media asing yang kerap memunculkan informasi yang menyesatkan atau tidak berimbang.
Terhadap media internasional yang beritanya kerap tidak sesuai fakta itu, Tedjo berkata, pemerintah akan terus memantau pergerakan para wartawannya. Badan Intelejen Negara pun akan terlibat dalam pemantauan tersebut.
"Kami harus waspadai kepentingan tertentu. Aparat BIN akan terus ada. Kami akan pantau mereka," kata Tedjo di Jakarta, Selasa (25/5).
Walaupun pemerintah melibatkan BIN pada pemantauan media asing, Tedjo mengatakan, para jurnalis tidak perlu merasa risau. Menurutnya, kebijakan ini merupakan upaya hanyalah preventif negara untuk menghadapi kepentingan segelitir pihak.
"Bagi yang tidak (memiliki kepentingan tertentu), silakan saja. Tidak ada masalah. Alert harus terus ada. Tidak boleh bebas seenaknya, tapi pemerintah juga tidak boleh curiga," ujarnya. (Baca juga: Jokowi Izinkan Jurnalis Asing Meliput ke Papua)
Soal peliputan media internasional di Papua, Aliansi Jurnalis Independen menyatakan, langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah menghapus lembaga clearing house.
Ketua Bidang Advokasi AJI Imam D Nugroho dalam keterangan persnya kepada CNN Indonesia, Senin (11/5) mengatakan, pewarta media asing yang akan meliput Papua selama ini harus mendapatkan izin dari lembaga tersebut.
Clearing house sendiri melibatkan 12 kementerian atau lembaga negara, mulai dari Kementerian Luar Negeri, Polri, BIN, hingga Kementerian Kooordinator Politik Hukum dan Keamanan. (sur)
Saturday, 16 May 2015
Di London, JK Tegaskan Jurnalis Asing Bebas Meliput di Papua
Noor Aspasia Hasibuan, CNN Indonesia Sabtu, 16/05/2015 10:19 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan kembali kebebasan jurnalis asing untuk meliput di Papua. Keputusan ini merupakan bagian dari komitmen pemerintahan Jokowi-JK untuk membangun Papua.
"Presiden Jokowi mengunjungi Papua paling tidak sekali dalam tiga bulan," kata Jusuf Kalla di hadapan para pengusaha yang tergabung di Asia House, London, Inggris, dalam keterangan tertulis yang diterima CNN Indonesia.
aJK juga meyakinkan pengusaha bahwa Papua memiliki sistem otonomi yang sangat baik di mana para pendatang tidak memungkinkan untuk menjadi gubernur di Papua.
"Namun warga Papua secara politis dan aturan, dimungkinkan untuk menjabat sebagai gubernur di wilayah lain Indonesia," kata JK.
Pernyataan ini dilontarkan JK menanggapi salah satu pertanyaan peserta dalam jamuan santap siang bersama Asia House.
Pada kesempatan itu, JK didampingi oleh Michael Lawrence selaku Chief Executive Asia House, dan Duta Besar Indonesia untuk Inggris TM Hamzah Thayib.
Minggu (10/1), Presiden Jokowi mengumumkan diberikannya kebebasan kepada para pewarta asing untuk melakukan peliputan ke Papua. "Mulai hari ini wartawan asing diperbolehkan dan bebas datang ke Papua sama seperti di wilayah lainnya di Indonesia," kata dia dalam kunjungan kerja di Papua saat itu.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen Suwarjono mengatakan izin meliput ke Papua bagi wartawan asing selama ini memang lebih rumit dibanding daerah lain di Indonesia. (agk)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan kembali kebebasan jurnalis asing untuk meliput di Papua. Keputusan ini merupakan bagian dari komitmen pemerintahan Jokowi-JK untuk membangun Papua.
"Presiden Jokowi mengunjungi Papua paling tidak sekali dalam tiga bulan," kata Jusuf Kalla di hadapan para pengusaha yang tergabung di Asia House, London, Inggris, dalam keterangan tertulis yang diterima CNN Indonesia.
aJK juga meyakinkan pengusaha bahwa Papua memiliki sistem otonomi yang sangat baik di mana para pendatang tidak memungkinkan untuk menjadi gubernur di Papua.
"Namun warga Papua secara politis dan aturan, dimungkinkan untuk menjabat sebagai gubernur di wilayah lain Indonesia," kata JK.
Pernyataan ini dilontarkan JK menanggapi salah satu pertanyaan peserta dalam jamuan santap siang bersama Asia House.
Pada kesempatan itu, JK didampingi oleh Michael Lawrence selaku Chief Executive Asia House, dan Duta Besar Indonesia untuk Inggris TM Hamzah Thayib.
Minggu (10/1), Presiden Jokowi mengumumkan diberikannya kebebasan kepada para pewarta asing untuk melakukan peliputan ke Papua. "Mulai hari ini wartawan asing diperbolehkan dan bebas datang ke Papua sama seperti di wilayah lainnya di Indonesia," kata dia dalam kunjungan kerja di Papua saat itu.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen Suwarjono mengatakan izin meliput ke Papua bagi wartawan asing selama ini memang lebih rumit dibanding daerah lain di Indonesia. (agk)
Subscribe to:
Posts (Atom)