Whois/Lookup

Search This Blog

Monday, 29 July 2019

Govt to start cocoa nurseries in districts

THE Highlands will be the new frontier of cocoa with the government looking at establishing a regional nursery to cater for two million cocoa seedlings for farmers in the region each year, Minister for National Planning Richard Maru says.

Maru said the government through the PNG Cocoa board would be investing in cocoa to ensure there were eight million seedlings produced and distributed to farmers every year.

In his address to cocoa farmers, exhibitors and participants during the 2019 PNG Kumul Bilong Morobe Cocoa of Excellence show in Lae on Friday, Maru said cocoa nurseries would be established in the four regions of the country.

“Currently PNG is exporting 42,000 metric tonnes and over the next five years, we should reach 100,000 metric tonnes and beyond,” he said.

“To do that would mean a lot of effort from all farmers and everyone in the sector.”

“Our government has decided to partner all districts to embark on district nurseries.

“We are building the Mamose nursery in the Sepik plains by December.

“That will produce a further two million seedlings a year, currently the whole nation depends on Kerevat for two million seeds a year.

“By April 2020, the Mamose nursery should start producing and we will increase seedlings by 100 per cent.

“We are already studying the Southern nursery in Abau and we hope to complete the nursery next year.”

Maru said the Highlands nursery would be set up in Jiwaka because the government was committed to supporting the growth of the cocoa industry and to grow the size of the export volume.

Chimbu deputy administrator (field services) Walkaima Essy, who was part of the Chimbu administration team to showcase the growth of cocoa at higher altitudes farming during the show, said Maru’s announcement was timely.

“Karimui is producing cocoa and they are the first district to grow this crop in the Highlands,” Essy said.

Source: The National PNG

The post Govt to start cocoa nurseries in districts appeared first on PAPUA.business.

Thursday, 25 July 2019

Provinsi Papua dan Madang Kerjasama Sister Province

MADANG (PT) – Provinsi Papua terus berupaya mewujudkan keinginannya menjadi pintu gerbang Pasifik bagi Indonesia dan kawasan ASEAN.

Kawasan Pasifik dengan jumlah populasi sekitar 15 juta jiwa ini merupakan pasar potensial bagi Indonesia.

Demi mewujudkan keinginan itu, Pemerintah Provinsi Papua merintis melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Sister Province dengan salah satu provinsi di Papua New Guinea (PNG), yakni Provinsi Madang.

“Penandatanganan MoU ini merupakan tindak lanjut Letter of Intent (LoI) yang kita tandatangani di Jayapura beberapa bulan lalu,” ujar Gubernur Papua, Lukas Enembe usai penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) perdagangan di Smugglers Inn Resort Hotel, Provinsi Madang, PNG, Rabu, (24/7).

Isi MoU itu, jelas Gubernur Enembe, adalah Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Provinsi Madang berkeinginan untuk mendorong hubungan kemitraan dan kerjasama yang baik antara kedua pihak.

Kedua provinsi mengakui pentingnya kesetaraan dan saling menguntungkan bagi kedua provinsi.

Selanjutnya, sesuai dengan hukum dan peraturan di masing-masing pihak kedua provinsi akan membangun kerjasama dalam bidang perindustrian dan perdagangan, pariwisata dan sosial budaya, infrastruktur, perhubungan.

Kemudian pendidikan dan pelatihan, kesehatan, pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, karantina, pertambangan, search and rescue dan bidang-bidang lainnya yang disepakati para pihak.

PNG, menurut Gubernur Enembe, adalah pasar potensial untuk komoditi pertanian dan perkebunan Indonesia.

Sebab, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan permintaan untuk makanan impor seperti biji-bijian dan daging di PNG karena meningkatnya pertumbuhan populasi, urbanisasi dan pengembangan industri dan perubahan pola makanan.

“Secara khusus, ada peningkatan bertahap dalam konsumsi beras dan telah menjadi makanan pokok di daerah perkotaan dan beberapa daerah pedesaan. Namun, sebagian besar kebutuhan beras diimpor. Diperkirakan impor beras tahunan mencapai 200.000 ton per tahun senilai lebih dari K400 juta. Kita bisa menjadi pemasok beras dan komoditi lainnya di PNG melalui kerjasama dengan Provinsi Madang,” imbuh Gubernur Enembe.

Sementara itu, Gubernur Provinsi Madang, Peter Yama berharap, selain mengekspor beras, Papua juga bisa bekerjasama dalam hal alih teknologi pertanian, terutama persawahan.

Sebab, sektor pertanian menopang mata pencaharian sekitar 80 persen dari populasi di PNG.

Dari populasi ini, mayoritas adalah petani subsisten yang menanam tanaman tradisional seperti ubi jalar, talas, ubi dan sagu, sementara beberapa terlibat dalam menghasilkan tanaman komersial untuk ekspor seperti kopra, kopi, kakao dan kelapa sawit.

“Saya juga berharap Pemerintah Indonesia melalui Gubernur Enembe bisa berinvestasi di Madang. Kami punya banyak sumberdaya alam yang belum dimanfaatkan,” ujar Peter Yama.

Peter Yama juga berterima kasih kepada Provinsi Papua yang telah membantu beras sebanyak 50 ton.

Beras ini, menurut Yama didistribusikan kepada sekolah-sekolah di PNG serta salah satu pulau di Provinsi East Britain yang mengalami bencana alam gunung meletus.

Agar kerjasama ini bisa berjalan secara efektif dan efisien, kedua Gubernur sepakat untuk mendorong pemerintah negara masing-masing segera membuka akses transportasi, baik udara maupun laut berikut sarana lainnya seperti imigrasi dan karantina.

Duta Besar Indonesia untuk PNG, Andriana Supandy yang hadir dalam penandatanganan MoU mengatakan, ia telah bertemu dengan Pemerintah PNG dan mendiskusikan kemungkinan dibukanya akses udara dari Papua ke PNG.

Pemerintah PNG, menurutnya menyambut baik hal ini.

Namun karena Pemerintah PNG sendiri kekurangan pesawat, maka PNG berharap Indonesia bisa membuka jalur penerbangan dari Papua ke PNG.

“Saya bersama Gubernur Papua sudah bertemu Komisi V DPR RI untuk menindaklanjuti rencana pembukaan jalur udara ini. Salah satu maskapai milik pemerintah, yakni Citilink akan didorong untuk membuka jalur penerbangan dari Papua ke salah satu provinsi di PNG,” imbuhnya. (ist/rm)

The post Provinsi Papua dan Madang Kerjasama Sister Province appeared first on PAPUA.business.

Sunday, 14 July 2019

Niat Papua jadi pintu masuk Pasifik terkendala lambannya respon Jakarta

Jayapura, Jubi – Gubernur Papua Lukas Enembe kembali menegaskan agar pemerintah Indonesia menetapkan Papua sebagai satu-satunya pintu masuk Indonesia dalam kerjasama ekonomi di kawasan Pasifik.

“Kalau misi ekonomi, harus ada program yang jelas, sehingga betul-betul menyentuh masyarakat Pasifik. Kalau hanya sekadar untuk menutupi isu politik, itu tidak bagus,” katanya di sela-sela acara The First Pasific Exposition yang berlangsung sejak 11-14 Juli 2019 di Auckland, Selandia Baru.

Khusus untuk Provinsi Papua, Enembe sudah mendeklarasikan Papua sebagai satu-satunya pintu masuk masyarakat ekonomi ASEAN untuk kawasan Pasifik saat kunjungannya ke Papua Nugini pada September 2018 lalu.

“Selanjutnya saya akan ke Papua Nugini untuk bertemu Perdana Menteri mereka membicarakan hal ini. Agar dia bisa menerima kami (Provinsi Papua), karena kami sudah melakukan MoU dengan beberapa Gubernur (di Papua Nugini), sehingga kami bisa menerima manfaat kepada mereka,” jelasnya, Sabtu (13/7/2019).

Enembe menjelaskan Papua memiliki produk yang cukup beragam bagi Negara tetangga di kawasan Pasifik. Selama ini, Australia yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan negara-negara Pasifik. Padahal produk yang dijual Australia bukan produk mereka, melainkan produk dari negara tetangga Indonesia seperti Thailand dan Vietnam.

“Kenapa tidak langsung dari Papua, Indonesia ke Pasifik. Mata rantai ini yang harus kita putuskan. Kalau dia mau ambil beras, ya dari Papua. Itu sebabnya kami mendeklarasikan Papua sebagai satu-satunya pintu Indonesia ke kawasan Pasifik,” jelasnya.

Sebagai provinsi paling timur yang berdekatan, bahkan berbatasan langsung dengan negara-negara di kawasan Pasifik, Enembe menegaskan agar Indonesia mau memberi kesempatan bagi Provinsi Papua dengan membuka semua akses agar kerjasama ekonomi tersebut dapat berjalan.

“Akses imigrasi, akses ekspor impor, semua akses,” tegasnya

Setelah pameran, akses penerbangan harus dibuka

Saat ditanya mengenai kemungkinan membuka akses penerbangan langsung dari Papua ke kawasan Pasifik, Enembe menyatakan kekesalannya.

“Saya sudah bicara berulang-ulang tetapi kerja pemerintah ini lamban-lamban, dan lamban. Pemerintah tidak serius. Mereka tidak bisa kerja seperti itu,” katanya.

Gubernur Enembe mengaku sudah berberulang kali meminta pemeritah pusat membuka akses darat, laut dan udara dari Papua ke kawasan Pasifik, tapi hingga saat ini tidak juga dilakukan.

“Setelah kegiatan seperti ini, seharusnya pintu aksesnya dibuka, agar kerjasama dapat berjalan. Pintu penerbangan cukup dari Timika ke Cairns. Dari Jayapura Ke Port Moresby. Tidak perlu harus ke Jakarta dulu, terlalu jauh!” katanya.

Selama ini, penerbangan dari Pasifik menuju Papua, dapat menggunakan dua jalur. Melalui Denpasar Bali- Australia, Atau Jakarta-Singapura. Penerbangan memutar ini tentu memerlukan biaya yang cukup besar.

Konektivitas tujuan wisata Papua-Pasifik

Hampir semua Negara Pasifik merupakan pusat pariwisata dunia. Ribuan orang dari benua Eropa, Asia maupun Amerika mengunjungi Pasifik untuk menikmati budaya dan alam Pasifik yang indah. Seperti Negara Pasifik lainnya, Provinsi Papua juga menyimpan potensi pariwisata tropis yang kaya.

“Kami akan konektivitas dengan tujuan wisata Pasifik, Papua dan Pariwisata lain di Indonesia. Dengan begitu, ekonomi Pasifik akan berjalan dengan baik. Kami akan dorong itu,” jelas Enembe.

Untuk itu, pekan ke depan, Gubernur Enembe akan menemui Perdana Menteri Papua Nugini, James Marape.

“Saya sudah kontak PM Papua Nugini. Kami akan bicarakan itu. Kami harap kebutuhan Papua Nugini seperti beras, gula, dan lainnya dapat dipenuhi dari Papua,” kata Enembe.

Sebelumnya, Pada September 2018 lalu Gubernur bertemu dengan Gubernur Madang, Peter Yama dan Gubernur National Capital District (NCD), Powes Parkop untuk membicarakan kemungkinan kerjasama di bidang ekonomi dan kebudayaan.

Saat itu Gubernur Lukas Enembe dan Peter Yama membicarakan kemungkinan investasi di sektor pertambangan dan sektor lainnya.

“Saya siap memberikan kemudahan kepada pengusaha Papua seperti yang saya berikan kepada pengusaha dari Chin, Philipina dan Jepang selama ini,” kata Peter Yama saat bertemu dengan Enembe di Madang, bulan September 2018.

Peter Yama, yang juga adalah seorang pengusaha ini, juga berminat membuka jalur laut dari Jayapura ke Madang seperti yang ditawarkan oleh Pemerintah Papua dalam kunjungan ke Madang itu. Bahkan Yama bersedia memfasilitasi pengusaha-pengusaha Papua dalam mencari mitra bisnis di Madang.

Selain menjajaki peluang bisnis, Peter Yama juga berharap pemerintah Provinsi Papua bisa menyediakan guru bahasa Indonesia bagi pengusaha-pengusaha di Madang yang akan berbisnis dengan pengusaha-pengusaha Indonesia. (*)

Editor : Victor Mambor

The post Niat Papua jadi pintu masuk Pasifik terkendala lambannya respon Jakarta appeared first on PAPUA.business.

Thursday, 4 July 2019

You now pay less for internet in Papua New Guinea

By CLARISSA MOI, The National PNG

IT’S official. Internet rates for consumers using Telikom PNG and Bmobile have been slashed by between 70 and 80 per cent.

In what is a landmark moment in the telecommunication sector, Communication and Energy Minister Rainbo Paita said the lowering of internet rates would facilitate “higher and more efficient communication among our citizens”.

“We will now enjoy major reductions in fixed mobile data prices by the Kumul Telikom Holdings through its subsidiaries Bmobile and Telikom PNG,” he said.
“On average, internet prices have been reduced by 70 to 80 per cent.

“These are permanent price changes and not just a one-off campaign.

Paita said it was consistent with the Government’s plan to transform and grow the country’s economy, cultivate new practices and provide new jobs.

“This massive reduction in rates will also involve higher and efficient communication among our citizens,” he said.

Paita said information and communication technology was a cross-cutting enabler to transform the country economically. He said customers should expect continuous price reductions in all products including fixed internet services on fibre, assymetric digital subscriber line (ADSL) and fixed wireless broadband.

“This reduction should encourage more Papua New Guinea citizens to start more small medium enterprises and businesses as well as enable increased productivity for existing companies.

Telikom PNG began reducing its rates on Monday (July 1).

Bmobile began at 12:01am yesterday (July 03).

Telikom PNG’s 2GB (gigabytes) for seven days which previously cost K18 will now be K10.

Bmobile’s 150MB (megabytes) for seven days was previously K10. It will be now be 2GB for K12.

The new data rates for Bmobile are: 500 megabytes (MB) for one day for K3; 1 gigabyte (GB) for three days for K6; 2GB for seven days for K12; 10GB for 30 days for K55 and 20GB for 30 days for K150.

Telikom PNG’s new rates are: 1BG for one day for K5; 2GB for seven days for K10; 20GB for 30 days for K95; 50GB for 30 days for K230; 100GB for 30 days for K450, and 200GB for 30 days at K875. Telikom PNG’s sales and marketing manager Silas Matoli said they expected an influx of customers given the reduction in internet cost.

“With the current capacity, we are able to cater for the increased demand in bandwidth. But if there is any need, (obviously) we will go back to DataCo PNG Ltd which is the wholesale, to add on more value,” he said.

Matoli said there would be a decline in revenue to the company but they had plans to cushion that.

“We are looking at aggressively going into the market and getting all the market shares.”

The post You now pay less for internet in Papua New Guinea appeared first on PAPUA.business.

More data, less cost in Papua New Guinea

By CLARISSA MOI, the National PNG

CUSTOMERS are flocking in numbers at Telkom and bmobile outlets to enjoy the reduction in internet rates, with both companies expecting an immediate surge in sales.

bmobile-Vodafone retail staff Alma Lahui at the Vision City outlet told The National that on Wednesday afternoon alone, they sold 80 Telikom PNG SIM (subscriber identity module) cards and 90 bmobile SIM cards.

“This shows how the internet pricing reduction has affected our sales,” Lahui said.
“We are also attending to a lot of customers compared to previously.”
She said sales had improved tremendously.

bmobile Waigani retail store team leader Aiavuna Walo said there was a big increase in the number of customers on Wednesday and yesterday.
She said only a few got wind of news of the lowering of the rates on Wednesday.

But yesterday, more turned up after it was extensively publicised.

Walo said since they were dealing with from both Telikom and bmobile.

Kumul Telikom Holdings Limited deputy chairman Rueben Kautu said on Wednesday that they had also expected the demand to increase and so had plans to manage it.

Communication and Information Minister Rainbo Paita, pictured, said on Wednesday the reduction of internet rates by the two companies was part of the Government’s plan to offer better services to the people.
He said it should promote “higher and more efficient communication among our citizens”.

“On average internet prices have been reduced by 70 to 80 per cent.
“There are permanent price changes and not just a one-off campaign.”
Meanwhile, Digicel, the other telecommunications company, has not changes its prices.

Senior vice-president and chief sales officer Lorna McPherson told The National that all their plans and pricings were available in their stores and on the company website for all customers to see.
She said they had no further updates.

The post More data, less cost in Papua New Guinea appeared first on PAPUA.business.