Jayapura, Jubi – Anggota Parlemen Rakyat Provinsi Papua, perwakikan adat , wilayah Meepago, John NR Gobay mengatakan 10 persen saham PT Freeport yang diberikan kepada pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika itu kurang.
“Kalau cuma-cuma, saya pikir, kami Papua bisa dapat 40 ;40; 20,”kata Gobay.
Kata dia, pemberian 10 persen itu kurang lantaran Papua bukan hanya pembeli saham. Papua adalah pemilik hak ulayat lahan yang menjadi tambang tembaga terbesar kedua di dunia itu.
“Freeport itu ada di Papua. Kita tidak usah baku tipu,”katanya ketika berbincang-bincang dengan jurnalis Jubi.
Namun demikian, dirinya memahami kekurangan itu terjadi karena masalah divestasi. Jual beli saham yang harus di lakukan pemerintah di Papua dengan PT Freeport Indonesia.
“Kan harus beli…karena divestasi saham itu kan jual beli sebagian saham,”ujar Gobay.
Peneas Lokbere, aktivis Hak Asasi manusia dari Bersatu Untuk Kebenaran menyebut pemberian 10 persen saham itu penghinaan.
“Pemilik ko tadapat sedikit. Adil kah orang yang bukan pemilik dapat banyak?”tegasnya.
Dominikus Surabut, ketua wanita adat Papua menyebut pemberian 10 persen saham itu tidak lebih dari penipuan.
“Kapitalis menipu rakyat Papua demi keuntungan lebih,”tegasnya.
Kata dia, rakyat Papua mesti dasar penipuan itu..”lawan penipuan ini. Kalau tidak, orang warga begini terus”.
Pada Januari 2018 lalu, Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika, akhirnya mendapat 10 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI).
Sementara itu pada 12 Juli lalu, dilangsungkan kesepakatan pokok (Heads of Agreement) antara Pemerintah Indonesia bersama Freeport-McMoRan Inc, perusahaan induk dari PT Freeport Indonesia. Kesepakatan tersebut adalah bagian dari proses yang memungkinkan Pemerintah RI memiliki 51 persen saham PT Freeport Indonesia.
PT. Freeport Indonesia (PTFI) melalui pernyataan pers Riza Pratama, Vice President, Corporate Communication PT Freeport Indonesia, yang diterima Jubi Jumat (13/7/2018), menjelaskan para pihak telah menyepakati keberlangsungan operasi PT Freeport Indonesia hingga tahun 2041 dengan mekanisme yang akan didetailkan lebih lanjut.
Sri Mulyani, Menteri Keuangan, dilansir CNN Indonesia, Kamis (12/7/2018), menjelaskan bahwa kesepakatan ini akan menjadi landasan hukum yang mengatur hubungan pemerintah dengan Freeport Indonesia. Antara lain, terkait Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi (OP). Bukan lagi berbentuk Kontrak Karya (KK).
“Perpanjangan operasional 2 x 10 tahun akan diberikan jika Freeport Indonesia memenuhi kewajiban IUPK. Freeport Indonesia mendapat perpanjangan sampai 2041,” kata Sri Mulyani.
Nilai akuisisi saham PTFI tak sedikit, yakni mencapai US$3,85 miliar atau sekitar Rp 55 triliun (asumsi kurs Rp 14.400).
Menurut Pengamat Hukum Sumber Daya dari Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi, 51 persen saham Freeport Indonesia yang dibanderol senilai US$ 3,85 miliar kelewat mahal karena perhitungan valuasi dilakukan berdasarkan proyeksi arus kas (cash flow), termasuk investasi, hingga 2041.
Padahal, Kontrak Karya (KK) Freeport Indonesia di tambang Grasberg, Papua, akan berakhir pada 2021. Setelah itu, pemerintah berhak mengambil alih tambang tembaga dan emas itu.
“Kontrak karya Freeport kan berakhir pada 2021. Seharusnya, yang menjadi perhitungan adalah (proyeksi hingga) 2021 bukan sampai 2041,” ujarnya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (12/7).(*)
No comments:
Post a Comment