Whois/Lookup

Search This Blog

Saturday, 28 July 2018

Papua tetap ngotot tagih pajak air pada Freeport

Ilustrasi air. Pixabay.com/Jubi

Ilustrasi air. Pixabay.com/Jubi

Jayapura,Jubi– Polemik pajak air permukaan PT.Freeport Indonesia (PTFI) belum juga berakhir. Pada Jumat (27/7/2018) Majelis Rakyat Papua (MRP) mengumpulkan sejumlah pihak untuk memberikan pendapat, agar perusahaan multi nasional yang bercokol di Papua sejak 1967 silam itu, mau membayarkan pajak kepada pemerintah daerah setempat.

Diketahui, dalam kegiatan pertambangannya, PT Freeport telah memanfaatkan air permukaan yang berasal dari sungai Aghawagon Otomona kabupaten Mimika Papua. Terhitung sejak 2011 – 2018, perusahaan itu belum bayar pajak air permukaan.

Sebelumnya, Mahkamah Agung di Jakarta telah mengabulkan peninjauan kembali yang membebaskan perusahaan itu untuk membayar pajak kepada pemerintah Provinsi Papua.

Menyikapi itu, MRP menggelar rapat yang menghadirkan sejumlah pihak, di antaranya rektor Universitas Jayapura, Apolo Safanpo , Badan Pengelolaan Pendapatan Provinsi Papua Gerson Jitmau, dan Biro hukum Provinsi Papua, Fredrik Hegemur.

Gerson Jitmau dalam materinya menyampaikan, sesungguhnya yang menjadi persoalan bukanlah dasar hukum, tetapi menggambarkan segala upaya Freeport untuk menghindari pajak.

Menurutnya, PT.FI harus menyadari bahwa kepentingan IUPK pada tahun 2021 wajib melibatkan pemerintah daerah sehingga kewajiban pajak saat ini harus diselesaikan.

Dia memaparkan pokok sengketa antara Pemprov Papua dengan PT. Freeport. Perusahaan dari Amerika Serikat itu tidak setuju membayar pajak, sesuai Surat Ketetapan Pajak daerah (SKPD) Pajak Air Permukaan (PAP) untuk bulan Februari dan Maret 2014 yang dikeluarkan gubernur Papua pada 8 Oktober 2014.

Sebagaimana dikutip dari Tirto.id, SKPD PAP Februari 2014 mewajibkan PT Freeport membayar Rp333.849.600.000 sedangkan SKPD PAP bulan Maret 2014 sebesar Rp369.619.200.000. kepada Pemprov Papua.

Freeport hanya bersedia membayar pajak, apabila SKPD yang dikenakan ditetapkan dengan Perda nomor 5 tahun 1990, yakni ketika kontrak karya ditandantangani dengan tariff Rp.10/m3.

Persidangan sengketa pajak air permukaan di pengadilan pajak untuk masa tahun 2011-september 2016 telah selesai dilaksanakan.

Majelis hakim Pengadilan Pajak Jakarta telah mengeluarkan putusan, menolak seluruh permohonan banding yang diajukan oleh PT.Freeport . Sebelum akhirnya perusahaan itu menang di tingkat MA.

Ketua MRP Timotius Murib mengatakan MRP bersama pemerintah Provinsi Papua sudah berjuang selama 3 tahun untuk Freeport mau bayar pajak sejak dari tahun 2011 sampai tahun 2018.

Biro hukum Provinsi Papua Fredrik Hegemur SH.MH dalam materinya menjelaskan untuk memperjuangkan hal ini, bukanlah perkara mudah, karena yang bisa di tunjuk untuk adalah orang yang bersertifikat pengacara pajak. Dan untuk sengketa pajak air permukaan yang belum di bayar ini akan di putuskan pada tanggal 31 juli 2018 di Mahkamah Agung Jakarta.

Pemerintah Provinsi Papua menunjuk MRP untuk mendengarkan hasil sidang tersebut.(*)

Tuesday, 24 July 2018

Six roads indentified as needing work to help coffee growers

SIX impassable roads in the Highlands have been identified for Government to work on to allow access to rural-based coffee farmers.
The industry coordination committee (ICC) overseeing the Productive Partnerships in Agricultural Project (PPAP) identified these roads:

  • 74km Tabigua Station-Koinambe Station (Jimi, Jiwaka);
  • 18km Keu-Elimbari-Siane-Keu (Chuave, Simbu);
  • 10km Yulip-Maramb and 20km Yulip-Nenembus (Kompiam, Enga)
  • 30km Maupini-Wala (Pangia, Southern Highlands); and,
  • 50km Lufa Station-Unavi via Gouno road (Lufa, Eastern Highlands).

This link will service more than 50,000 growers in Crater Mountain, a tri-border area where Eastern Highlands, Chimbu and Gulf meet.
ICC chairman Ian Mopafi, pictured, says the unavailability of accessible roads has been the main obstacle against efforts to meet coffee production targets set by the national Government.

“Rural roads in all parts of the country, including coffee-growing provinces, have deteriorated and become impassable,” he said.

“This is making it difficult for 80 per cent of between three and four million growers who are concentrated in the countryside to transport their coffee to the market.

“This is the same story in all the places.

“Growers have come to treat coffee as a social tree because they don’t see the economic value in it.”

The identifying of these roads was done following an invitation by Minister for National Planning and Monitoring Richard Maru to identify key roads for consideration in the 2018-2022 Third Medium Term Development (MTD) Plan.

The invitation was given during the National Planning Consultative Summit in Lae in March this year.

“We can encourage our growers to improve their gardens and to produce better quality coffee, but if there is no road and market access facilities, our effort will become meaningless,” Mopafi said.

Source: The National PNG

OK Tedi announces K100mil in dividends

Chairman Sir Moi Avei,

Chairman Sir Moi Avei,

An interim dividend of K100 million was recently declared by the Ok Tedi Mining Ltd board and paid to shareholders on Friday, the company announced yesterday.

Chairman Sir Moi Avei, pictured, thanked the employees and contractors for their efforts, especially when recovering from the effects of the earthquake in February.

“While the performance of the business was adversely affected following the earthquake, production and profitability have progressively returned to more normal levels, allowing the company to make a K50 million contribution to the Earthquake Appeal in March 2018 and now fund an interim dividend,” he said

“The outlook for the second half of 2018 remains positive.

“The recent decline in copper price and ongoing cash requirement to complete the replacement and relocation of the in-pit crusher meant that the board continued to exercise prudence.”

Following the transfer of additional equity from the State to Western entities in April this year, K67 million of the
dividend was paid to the State.

The balance of K33 million was paid to the Fly River provincial government, Community Mine Continuation Agreement CMCA, villages and mine communities.

The share distribution of the 33 per cent equity will see:

  • CMCA group owning 12 per cent;
  • Mine area villages 9 per cent; and
  • Fly River provincial government 12 per cent of which part of its interest will be shared with three districts (North Fly, Middle Fly and South Fly).

Papua lebih pantas dapat 40 persen saham Freeport

perjanjian kontrak kerja antara Indonesia dan Freeport beberapa waktu lalu di Jakarta (Jubi/ist)

perjanjian kontrak kerja antara Indonesia dan Freeport beberapa waktu lalu di Jakarta (Jubi/ist)

Jayapura, Jubi – Anggota Parlemen Rakyat Provinsi Papua, perwakikan adat , wilayah Meepago, John NR Gobay mengatakan 10 persen saham PT Freeport yang diberikan kepada pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika itu kurang.

“Kalau cuma-cuma, saya pikir, kami Papua bisa dapat 40 ;40; 20,”kata Gobay.

Kata dia, pemberian 10 persen itu kurang lantaran Papua bukan hanya pembeli saham. Papua adalah pemilik hak ulayat lahan yang menjadi tambang tembaga terbesar kedua di dunia itu.

“Freeport itu ada di Papua. Kita tidak usah baku tipu,”katanya ketika berbincang-bincang dengan jurnalis Jubi.

Namun demikian, dirinya memahami kekurangan itu terjadi karena masalah divestasi. Jual beli saham yang harus di lakukan pemerintah di Papua dengan PT Freeport Indonesia.

“Kan harus beli…karena divestasi saham itu kan jual beli sebagian saham,”ujar Gobay.

Peneas Lokbere, aktivis Hak Asasi manusia dari Bersatu Untuk Kebenaran menyebut pemberian 10 persen saham itu penghinaan.

“Pemilik ko tadapat sedikit. Adil kah orang yang bukan pemilik dapat banyak?”tegasnya.

Dominikus Surabut, ketua wanita adat Papua menyebut pemberian 10 persen saham itu tidak lebih dari penipuan.

“Kapitalis menipu rakyat Papua demi keuntungan lebih,”tegasnya.

Kata dia, rakyat Papua mesti dasar penipuan itu..”lawan penipuan ini. Kalau tidak, orang warga begini terus”.

Pada Januari 2018 lalu, Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika, akhirnya mendapat 10 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI).

Sementara itu pada 12 Juli lalu, dilangsungkan kesepakatan pokok (Heads of Agreement) antara Pemerintah Indonesia bersama Freeport-McMoRan Inc, perusahaan induk dari PT Freeport Indonesia. Kesepakatan tersebut adalah bagian dari proses yang memungkinkan Pemerintah RI memiliki 51 persen saham PT Freeport Indonesia.

PT. Freeport Indonesia (PTFI) melalui pernyataan pers Riza Pratama, Vice President, Corporate Communication PT Freeport Indonesia, yang diterima Jubi Jumat (13/7/2018), menjelaskan  para pihak telah menyepakati keberlangsungan operasi PT Freeport Indonesia hingga tahun 2041 dengan mekanisme yang akan didetailkan lebih lanjut.

Sri Mulyani, Menteri Keuangan, dilansir CNN Indonesia, Kamis (12/7/2018), menjelaskan bahwa kesepakatan ini akan menjadi landasan hukum yang mengatur hubungan pemerintah dengan Freeport Indonesia. Antara lain, terkait Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi (OP). Bukan lagi berbentuk Kontrak Karya (KK).

“Perpanjangan operasional 2 x 10 tahun akan diberikan jika Freeport Indonesia memenuhi kewajiban IUPK. Freeport Indonesia mendapat perpanjangan sampai 2041,” kata Sri Mulyani.

Nilai akuisisi saham PTFI tak sedikit, yakni mencapai US$3,85 miliar atau sekitar Rp 55 triliun (asumsi kurs Rp 14.400).

Menurut Pengamat Hukum Sumber Daya dari Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi, 51 persen saham Freeport Indonesia yang dibanderol senilai US$ 3,85 miliar kelewat mahal karena perhitungan valuasi dilakukan berdasarkan proyeksi arus kas (cash flow), termasuk investasi, hingga 2041.

Padahal, Kontrak Karya (KK) Freeport Indonesia di tambang Grasberg, Papua, akan berakhir pada 2021. Setelah itu, pemerintah berhak mengambil alih tambang tembaga dan emas itu.

“Kontrak karya Freeport kan berakhir pada 2021. Seharusnya, yang menjadi perhitungan adalah (proyeksi hingga) 2021 bukan sampai 2041,” ujarnya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (12/7).(*)

Wednesday, 18 July 2018

Yang terlupa dari jatah 10 persen saham Freeport untuk Papua

foto gunung Nemangkawi di sampul buku yang ditulis masyarakat adat soal Freeport. Buku ini sudah diserahkan ke pemerintah Jakarta melalui menteri ESDM, Jonan beberapa waktu lalu (Jubi/Ist)

foto gunung Nemangkawi di sampul buku yang ditulis masyarakat adat soal Freeport. Buku ini sudah diserahkan ke pemerintah Jakarta melalui menteri ESDM, Jonan beberapa waktu lalu (Jubi/Ist)

Jayapura, Jubi – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua John NR Gobay mengatakan dirinya mendukung dana 10 persen Freeport ke Papua.

“Jujur saya dukung 10 persen saham harus Papua dapat, harus kita apresiasi Bupati Mimika Eltinus Omaleng dan Gubernur Papua Lukas Enembe,”ungkap Gobay kepada jurnalis Jubi di Abepura, kota Jayapura, Papua, Rabu (18/07/2018)

Namun kata dia, apa yang Papua peroleh itu   ada di celah celah  masalah yang rumit. Penerima maupun pemberi 10 persen saham lupa, pelbagai masalah-masalah moral  yang ditinggalkan .

“Lupa ada masyarakat yang lebih dulu mendiami wilayah itu. Masyarakat pemilik hak ulayat, pengakuan manusia pemilik Nemangkawi dan orang asli Papua lainnya,” katanya.

“Lupa pengakuan hak ulayat orang Amungme dan Kamoro. Pengakuan  bahwa mereka yang lebih dulu ada di wilayah, membangun  kehidupan  di sana jauh sebelum yang lain datang,” sambungnya.

Selain itu, kesepakatan itu juga melupakan soal perusakan ekosistem laut dan  darat. Merusak  hidup hajat masyarakat lokal.

“Ikan, air dan tanaman tercemar. Tidak ada lagi yang sehat bagi warga,”katanya

Bukan itu saja, jauh lebih penting itu, lupa tenaga kerja   atau saham, melainkan soal orang Papua menjadi tuan di negeri sendiri.

“Saya mau beritahukan Papua hari ini, kita semakin tertinggal bukan karena soal miskin duit tapi kita benar miskin mental dan moral,”tegasnya.

Karena itu, penting dalam segala macam kebijakan, manusia Papua harus menjadi pusat perhatiannya. Kalau tidak, orang Papua hanya jadi objek.

Peneas Lokbere, korban kekerasan negara dalam rangka mempertahankan Papua menyebut tidak adil kalau hanya dapat 10 persen saham.

“Masa yang punya dapat sedikit, orang lain banyak,”ungkap dia..

Kata dia, lebih adilnya, perlu pembicaraan ulang. Pemerintah, Freeport dan masyarakat adat duduk mencari solusi yang bisa menguntungkan semua pihak. (*)

Tuesday, 17 July 2018

Danau Sentani jadi sumber air bersih, Bupati Jayapura: Perlu dikaji khusus

Salah satu sudut pemandangan Danau Sentani yang akan di jadikan sebagai sumber air bersih. Jubi / Engel Wally

Salah satu sudut pemandangan Danau Sentani yang akan di jadikan sebagai sumber air bersih. Jubi / Engel Wally

Sentani, Jubi – Bupati Jayapura Mathius Awoitauw mengatakan penggunaan air Danau Sentani oleh pihak PDAM sebagai sumber air bersih perlu ada kajian khusus.

Menurutnya, penggunaan air Danau dalam jumlah yang besar setiap hari untuk kepentingan masyarakat juga akan berdampak kepada keberlangsungan Danau ini.

“Ada puluhan kampung yang berada pada tepian danau ini dengan ribuan masyarakatnya, ketika debit air berkurang di dalam danau akan berdampak juga kepada kehidupan masyarakatnya,” jelas Bupati Awoitauw saat ditemui di Sentani, Selasa (17/7/2018)

Sementara itu, Ketua Dewan Adat Suku (DAS) Sentani Demas Tokoro mengatakan dari kuantitas air di Danau Sentani sejauh ini bisa difungsikan untuk kepentingan umum, tetapi dari sisi kualitas airnya yang perlu dikaji kembali.

“Sampah dan limbah dari perkotaan yang dibuang ke sungai, semuanya muaranya di danau. Oleh sebab itu untuk kualitas air danau perlu menjadi perhatian serius pihak pengelola air minum,” ujarnya.

Satu diantara masyarakat di Kampung Yahim, Albert Felle mengatakan Pemerintah dan PDAM harus memikirkan dampak-dampak yang akan terjadi setelah air Danau Sentani dijadikan sumber air bersih.

“Yang menggunakan air di danau Sentani adalah masyarakat kota dan Kabupaten Jayapura, dan ini sangat banyak sekali penduduknya. Pasti ada dampak yang terjadi, pemerintah dan pengelola nanti pikirkan baik-baik,” katanya. (*)

Dorong OAP kembangkan usaha ekonomi produktif

Seorang rohaniawan Katolik, Bruder Yohanes Kilok, MTB sedang berikan keterangan pers kepada sejumlah wartawan – Jubi/Frans L Kobun

Seorang rohaniawan Katolik, Bruder Yohanes Kilok, MTB sedang berikan keterangan pers kepada sejumlah wartawan – Jubi/Frans L Kobun

SEJAK tahun 2014 silam sampai saat ini, seorang rohaniawan Katolik, Bruder Yohanes Kilok  tak henti-hentinya mendampingi orang asli Papua di kampung-kampung.

Bruder Yohanes Kilok mendorong masyarakat mengembangkan usaha ekonomi kerakyatan dalam bidang pertanian maupun peternakan.

Usaha yang telah dirintis di beberapa kampung lokal itu, telah membuahkan hasil. Dimana, masyarakat sudah bisa mandiri serta memiliki sumber pendapatan, meskipun nilanya tidak menentu.

Saat ditemui Jubi Selasa 17 Juli 2018, Bruder Johny Kilok mengaku  beberapa tahun silam, ia mencoba merintis usaha di Kampung Sarsang, Distrik Tanah Mring. Saat itu, bersama warga mengembangkan pertanian organic, seperti menanam sayur-sayuran .

“Setelah tiga tahun bersama, akhirnya saya melepas mereka untuk mandiri. Mereka sudah bisa mengembangkan usaha tanam sayur-sayuran serta membuat pupuk organik sendiri. Hingga sekarang, aktivitas tetap berjalan sebagaimana biasa,” ujarnya.

Setelah dari Kampung Sarsang, bruder pindah ke Kampung Wasur. Disana sejumlah kelompok terutama mama-mama Papua, didampingi mengembangkan usaha serupa yakni pertanian organik untuk usaha sayur-sayuran.

“Memang saya masih mendampingi, tetapi tidak rutin karena umumnya mereka sudah mampu menanam beberapa jenis sayur-sayuran serta memproduksi pupuk organik sendiri,” katanya.

Selain di beberapa tempat itu, demikian Bruder, juga di Kampung Nasem. Disana, sejumlah pemuda yang tergabung dalam Orang Muda Katolik (OMK) digandeng dan dilatih membuka lahan menanam sayur.

Hal lainnya adalah pengembangan usaha  beternak babi, ayam sampai mengembangkan kios. Ini juga merupakan bagian dari program Keuskupan Agung Merauke.

“Kami juga melakukan advokasi kepada orang asli untuk gerakan region Papua yakni tungku Papua. Gerakan ini tidak mengimbau dan mengingatkan kepada masyarakat menjaga tanah dengan baik dan tak menjual kepada orang lain,” ungkapnya.

Dijelaskan, motivasi atau spirit memberi perhatian kepada orang Papua, tidak lain agar kabar suka cita  dapat dirasakan semua orang terutama yang lemah, miskin dan tertindas.  “Jadi, kami ingin memberikan perhatian secara serius,” katanya.

Sebagai rohaniawan Katolik, demikian Bruder, dirinya ingin memfokuskan perhatian melakukan advokasi membela masyarakat. Juga  mendorong mereka  menghasilkan sesuatu dari hasil kerjanya untuk mendapatkan uang.

“Contoh kecil saja seperti usaha sayur-sayuran. Kini masyarakat memiliki uang setiap minggu. Karena bisa menanam dan memanen sayur, sekaligus dijual kepada orang lain,” ungkapnya.

Selama ini, menurutnya, ia membantu juga pemasaran. Karena sudah ada pelanggan tetap di kota yang siap membeli. Umumnya orang senang dengan sayur-sayuran,  karena menggunakan pupuk organik.

Lebih lanjut Bruder Johny mengatakan, dirinya berkomitmen  terus mendampingi orang asli Papua di kampung-kampung. “Saya ingin agar mereka bisa menghasilkan sesuatu yang dapat dijual untuk mendapatkan uang demi menopang hidup keluarga,” ujarnya.

Meskipun perlahan, namun pendampingan melekat dilakukan secara terus menerus. Lalu, butuh keterlibatan bersama mereka secara langsung.

“Kita tidak boleh hanya sekedar bicara, tetapi harus terlibat bekerja secara bersama.  Karena itu menjadi salah satu motivasi untuk masyarakat,” katanya.

Ditanya dukungan dana, Bruder Johny mengaku, selain swadaya,  juga bantuan dari Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) di Jakarta.  “Dengan modal semangat, kadang masyarakat terus menekuni usaha yang telah dirintis. Itulah menjadi suatu kebanggaan tersendiri,” katanya.

Seorang warga di Kampung Sarsang, Andreas Ndigon mengaku, atas pendampingan Bruder Johny selama tiga tahun, kini mereka sudah mandiri.

“Kami sudah bisa membuat bedeng dan menanam sayur sendiri. Bahkan menghasilkan pupuk organik dari beberapa bahan yang telah diajarkan,” tuturnya.

Andreas mengaku, dengan usaha sayur-sayuran yang digeluti, masyarakat setempat telah memiliki  sumber pendapatan setiap bulan bahkan minggu. “Ya, beberapa jenis sayur yang kami tanam, dipanen dan dijual ke kota,” ungkapnya.

Untuk pemasaran, katanya, tidak sulit mengingat Bruder Johny mempunyai relasi. “Kalau datang musim panen, kami selalu berkomunikasi bersama bruder menghubungi orang-orang yang biasa membeli,” ujarnya.

Yohanes Gunzales, warga lain di Kampung Sarsang mengaku, sudah beberapa kali mereka melakukan pertemuan bersama Bruder Johny Kilok. Dari pertemuan tersebut, telah disepakati untuk nantinya  dibuka lahan agar dikembangkan usaha sayur-sayuran.

“Ya, setelah program sumur bor selesai dan masyarakat bisa menikmati air bersih, ada beberapa kegiatan lain  telah disepakati untuk dilaksanakan,” katanya.

Yohanes mengapresiasi Bruder Johny yang tak henti-hentinya datang di kampung-kampung mendorong masyarakat bekerja dan menghasilkan sesuatu dari tangannya sendiri.

“Bagi kami, bruder telah banyak berbuat bagi masyarakat kurang mampu terutama di kampung-kampung lokal. Dari pendampingan yang dilakukan, mereka sudah menghasilkan sesuatu yang bermanfaat,” ujarnya.  (*)

Sumber: TabloidJubi

Saturday, 14 July 2018

Freeport Indonesia dapat 20 tahun lagi, Pemerintah RI “kantongi” 51 persen

Pemerintah melalui PT Inalum (Persero) resmi meneken kesepakatan awal menggenggam 51 persen saham PT Freeport Indonesia - CNN Indonesia/Adhi Wicaksono

Pemerintah melalui PT Inalum (Persero) resmi meneken kesepakatan awal menggenggam 51 persen saham PT Freeport Indonesia – CNN Indonesia/Adhi Wicaksono

Nabire, Jubi –  Demi menjamin keberlangsungan dan stabilitas operasi PT Freeport Indonesia, Pemerintah Indonesia bersama Freeport-McMoRan Inc, perusahaan induk dari PT Freeport Indonesia, akhirnya menyetujui kesepakatan Heads of Agreement (kesepakatan pokok) terkait proses peralihan sebagian kepemilikan saham PT Freeport Indonesia. Kesepakatan tersebut adalah bagian dari proses yang memungkinkan Pemerintah RI memiliki 51 persen saham PT Freeport Indonesia.

Demikian penjelasan resmi dari  PT. Freeport Indonesia (PTFI) melalui pernyataan pers Riza Pratama, Vice President, Corporate Communication PT Freeport Indonesia, yang diterima Jubi Jumat (13/7/2018).

“Kedua perusahaan yang akan menjadi pemegang saham PT Freeport Indonesia, yaitu PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) dan Freeport-McMoRan Inc. telah sepakat untuk melanjutkan program jangka panjang yang telah dan tengah dijalankan oleh PT Freeport Indonesia,” ujar Riza.

Dilansir CNNIndonesia, kesepakatan itu ditandatangani Kamis (12/7) di Jakarta, yang dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin, dan perwakilan dari Freeport.

Dalam rilisnya PTFI mengatakan para pihak telah menyepakati keberlangsungan operasi PT Freeport Indonesia hingga tahun 2041 dengan mekanisme yang akan didetailkan lebih lanjut.

“Tercapainya kesepakatan ini akan menguatkan kemitraan yang telah terjalin antara Pemerintah Indonesia dan Freeport-McMoRan Inc selaku pemegang saham PT Freeport Indonesia,” kata Riza yang juga menekankan bahwa perpanjangan izin operasi adalah wujud jaminan bagi investasi bernilai miliaran dolar dan memberikan kepastian bagi seluruh pemegang saham PT Freeport Indonesia, karyawan, masyarakat Papua, pemasok dan kontraktor, serta seluruh pemangku kepentingan.

“Freeport-McMoRan tetap berkomitmen untuk kesuksesan PTFI,” kata Richard Adkerson, Presiden dan Chief Executive Officer Freeport-McMoran Inc.

“Kami bangga dengan apa yang telah kami capai dalam lebih dari 50 tahun sejarah kami, dan kami sangat menantikan masa depan selanjutnya,” katanya menambahkan.

Sri Mulyani, Menteri Keuangan, dilansir CNN Indonesia, Kamis (12/7/2018), menjelaskan bahwa kesepakatan ini akan menjadi landasan hukum yang mengatur hubungan pemerintah dengan Freeport Indonesia. Antara lain, terkait Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi (OP). Bukan lagi berbentuk Kontrak Karya (KK).

“Perpanjangan operasional 2 x 10 tahun akan diberikan jika Freeport Indonesia memenuhi kewajiban IUPK. Freeport Indonesia mendapat perpanjangan sampai 2041,” kata Sri Mulyani.

Manfaat 

Menkeu berharap kemitraan antara Freeport Indonesia dan Inalum dengan pemerintah, baik pusat maupun daerah, mampu meningkatkan kepastian di dalam lingkungan operasi, serta memberikan nilai tambah industri ekstraktif ke depan.

Di kesempatan itu Menteri BUMN Rini Soemarno menambahkan bahwa Pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika akan mendapatkan 10 persen dari saham Freeport Indonesia.

“Ke depan ada hilirisasi untuk pembangunan smelter,” ujar dia.

Untuk menunjukkan keseriusan pemerintah, Menteri ESDM Ignasius Jonan menyebut akan menyelesaikan IUPK-OP setelah proses divestasi Freeport Indonesia tuntas.

Vice President Corporate Communication PTFI memperkirakan dengan kepastian investasi dan operasi hingga tahun 2041, manfaat langsung kepada pemerintah pusat dan daerah, serta dividen kepada Inalum dapat melebihi USD 60 miliar atau melebihi sekitar Rp 867 triliun.

Dan manfaat itu, seperti ditegaskan PTFI, memiliki syarat dan kondisi yang berlaku.

Dilansir CNNIndonesia Jumat (13/7), manfaat atau keuntungan tersebut berasal dari setoran pajak, royalti, dan dividen sesuai estimasi pergerakan harga tembaga di masa depan. Dan jaminan keuntungan ini, hanya diperoleh jika pemerintah memperpanjang operasional Freeport Indonesia hingga 2041 mendatang.

51 persen untuk ‘kantong’ RI?

Nilai akuisisi saham PTFI tak sedikit, yakni mencapai US$3,85 miliar atau sekitar Rp 55 triliun (asumsi kurs Rp 14.400).

Menurut Pengamat Hukum Sumber Daya dari Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi, 51 persen saham Freeport Indonesia yang dibanderol senilai US$ 3,85 miliar kelewat mahal karena perhitungan valuasi dilakukan berdasarkan proyeksi arus kas (cash flow), termasuk investasi, hingga 2041.

Padahal, Kontrak Karya (KK) Freeport Indonesia di tambang Grasberg, Papua, akan berakhir pada 2021. Setelah itu, pemerintah berhak mengambil alih tambang tembaga dan emas itu.

“Kontrak karya Freeport kan berakhir pada 2021. Seharusnya, yang menjadi perhitungan adalah (proyeksi hingga) 2021 bukan sampai 2041,” ujarnya saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (12/7).

Menurut Ahmad, transaksi divestasi ibarat membeli sesuatu yang sebenarnya telah menjadi milik sendiri. Uang senilai US$ 3,85 seharusnya bisa digunakan Inalum untuk melanjutkan operasional di tambang Freeport setelah masa berlaku KK habis.

“Kalau kita memiliki komitmen untuk tidak meneruskan kontrak pasca 2021, kita tidak perlu mengeluarkan uang senilai US$ 3,85 miliar itu,” katanya.

Sebagai informasi, selama lima belas tahun terakhir, PT Freeport Indonesia telah memulai proses transisi dari operasi penambangan terbuka ke penambangan bawah tanah. Dalam proses tersebut, PTFI telah menginvestasikan sekitar USD 6 miliar untuk mengembangkan tambang bawah dan berencana menambah investasi hingga miliaran dolar.

Dalam pernyataannya PTFI mengatakan kesepakatan ini tidak berdampak pada status ketenagakerjaan karyawan PT Freeport Indonesia.

“Perusahaan akan tetap beroperasi dengan merujuk kepada rencana kerja yang telah ditetapkan,” ujarnya. (*)

50 pekerja kelapa sawit yang di PHK meminta penjelasan perusahaan

Pekerja kelapa sawit di Lereh yang di PHK oleh pihak perusahaan ketika meminta kejelasan pemutusan kontrak kerja kepada pemilik perusahaan - Jubi/Agus Pabika

Pekerja kelapa sawit di Lereh yang di PHK oleh pihak perusahaan ketika meminta kejelasan pemutusan kontrak kerja kepada pemilik perusahaan – Jubi/Agus Pabika

Jayapura, Jubi – Sejumlah pekerja kelapa sawit PT Sadrindo Jaya Argo Palma di Nuri, meminta kejelasan atas pemberian surat PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) secara sepihak oleh perusahaan kepada 50 pekerja pada Kamis (28/6/2018) lalu, yang dianggap sangat merugikan para pekerja.

Koordinator perwakilan pekerja Tupelius Payokwa mengatakan, awalnya dirinya dan pekerja lain yang bekerja di loading TBS (Tandan Buah  Segar) dipanggil ke kantor untuk diberikan uang yang mereka sendiri tidak tahu kegunaan uang tersebut.

“Tanpa penjelasan yang pasti kami semua yang kira-kira mencapai 70 orang berkumpul untuk mendapatkan uang (pesangon) tapi sebelum kami mengambil uang kami sempat disuruh tanda tangan di atas materai Rp6000 dan surat yang kami tandatangani itu adalah surat penghentian kerja yang kami tidak baca dan besoknya kami kembali untuk kerja ternyata nama  kami sudah di PHK,”

ujarnya Jumat (13/7/2018).

Tupelius juga mengaku bingung. Karena tidak ada satupun kesalahan yang dilakukan mereka saat bekerja, dan tiba-tiba saja dilakukan pemecatan.

“Saya tidak tahu kenapa tiba-tiba dapat uang karena selesai pemilihan saya pikir saja mungkin ini uang yang dong bagi saja karena kita sudah ikut pemilihan gubernur, kita semua kumpul, dong (orang itu) langsung panggil nama satu-satu maju dan  tanda tangan baru dong bagi uang tapi sa (saya) agak bingung karena dong pu (punya) kertas tu ada materai dan yang dong kasi ke kami tu tanpa materai, yang kita permasalahkan di sini kenapa tidak ada penjelasan?”

katanya.

Sementara itu, Logo Jikwa satu diantara pekerja yang ikut di-PHK mengaku kesal dan tidak tahu titik permulaan pemecatan sepihak ini.

“Memangnya kami lakukan kesalahan apa? Trek kami curi ? Ban, mobil, bensin atau alat apa yang kami ambil sampai mereka buat kita kayak begini?” ungkapnya kesal.

Dari Informasi yang diterima Jubi, korban PHK Cendrawasih sebanyak 20 orang dialihkan pekerjaannya ke Sinar Mas Nimboran dan Arso, namun untuk yang dari kawasan Nuri, 50 orangnya benar-benar di-PHK.

Sebelum kejadian, Bupati Jayapura Matius Awaitow berkunjung ke Lereh dan sempat melakukan musyawarah dengan RT/RW dan Manager PT Sadrindo Jaya Argo Palma. Namun bukannya mendapatkan titik temu, 50 pekerja tersebut tetap di PHK hingga saat ini. (*)

Pemilik hak ulayat tagih janji Jonan terkait kontrak Freeport

 Freport dan Indonesia melakukan kontrak perjanjian di Jakarta (Jubi/Ist)

Freport dan Indonesia melakukan kontrak perjanjian di Jakarta (Jubi/Ist)

Jayapura, Jubi – Masyarakat adat pemilik hak ulayat lahan yang dikelola  PT Freepot Indonesia, menagih janji Jakarta soal perundingan antara Freeport, Jakarta dan pemilik hak ulayat.

“Kami tagih janji sekarang,”ungkap John Gobay, anggota Parlemen Rakyat Provinsi Papua perwakilan wilayah adat Mepago kepada jurnalis Jubi.

Kata dia, pihaknya minta Jakarta penuhi janji pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral  (ESDM), Ignasius  Jonan yang sepakat dengan permintaan masyarakat adat dalam pertemuan pada 4 September 2017 silam.

Kata dia, Jonan sepakat dengan permintaan masyarakat adat Suku Amungme saat itu, yang meminta perusahaan asal Amerika Serikat itu mengganti dana tanggung jawab sosial korporasi (Corporate Social Responsibility/CSR) yang diterima 1 persen  itu ke dalam bentuk bagi hasil yang nilainya lebih besar.

Katanya, masyarakat meminta demikian lantas  CSR tidak dipandang sebagai imbal hasil yang elok bagi masyarakat sekitar, yang sedianya memiliki hak atas tanah ulayat di Tambang Grasberg. “Nilai pasti soal 1 persen itu benar dari hasil perusahaan atau bukan, yang diterima tiap tahun 500 miliar atau hingga 1 triliun lebih baik untuk kesehatan dan pendidikan,” katanya.

Atas permintaan itu, menteri Jonan menjanjikan masyarakat adat, yang dipimpin ketua masyarakat adat Amungme, perlu berunding dalam rangka mencari solusi terbaik posisi masyarakat adat.

Odizeus Beanal yang memimpin delegasi dalam pertemuan itu megatakan pihaknya sudah menemui Jonan yang setuju bahwa pengelolaan dana CSR itu harus lebih akuntabel.

Namun, sebelum kesempatan dengan masyarakat adat, kata  John Gobay, pemerintah telah melakukan kesepakatan dengan perusahaan  Amerika itu. Jakarta lagi yang ambil untung dari pemilik hak ulayatnya.

“Kami juga sudah kasih buku kepada Jonan, jangan kita baku tipu…gunung ada di Papua. Kami tunggu realisasinya,”tegas Gobay.

Ketua Dewan Adat Papua, Dominikus Surabut mengatakan masyarakat adat yang punya negeri ini. Indonesia dengan Amerika jangan sembarangan main caplok. “Indonesia dengan Amerika harus tahu diri,” katanya. (*)